OLEH
: ANDWIDA DIENTY N P
NIM
: 31401304781
DARI
KELOMPOK 6
Urgensi Ekonomi Syariah
Dalam
pandangan Islam, manusia merupakan khalifah Allah SWT di muka bumi (QS. 2:30).
Allah SWT menciptakan bumi dan segala isinya untuk manusia (QS. 2:29) dan
member kebebasan kepada manusia untuk mengelola sumberdaya ekonomi yang
tersedia di alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan membangun peradaban manusia
kearah yang lebih baik.
Manusia
diberi kebebasan untuk mengelola sumberdaya ekonomi dan melakukan transaksi perekonomian
sesama mereka (muamalah). Mengenai muamalah (kegiatan ekonomi) tersebut terdapat
kaidah fiqh yang menyatakan bahwa“al ashlu filmua'malati al ibahahhatta yadulluaddaliilu
ala tahrimiha” (Hukumashal (awal/asli) dari muamalah adalah boleh (mubah)
sampaia dadalil yang menyatakan keharamannya). Artinya, segala kegiatan ekonomi
yang dilakukan oleh manusia diperbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan dalil-dalil
nash (Al-Quran dan sunnah) dan tujuan-tujuan syariah dalam perekonomian.
Tujuan-tujuan
kegiatan ekonomi tersebut dapat dirumuskan menjadi 4 macam. Pertama, kegiatan ekonomi
atau muamalah bertujuan untuk memperoleh kesejahteraan ekonomi dalam batas-batas
norma-norma moral Islami (QS. 2:60, 168, 172; 6:142; 7:31, 160; 16:114; 20:81;
23:51; 34:15; 67:15). Kedua, tatanan ekonomi yang diusahakan bertujuan untuk membina
persaudaraan dan menegakkan keadilan universal (QS. 49:13). Ketiga, distribusi pendapatan
yang seimbang. Islam mempunyai komitmen yang tinggi terhadap persaudaraan manusia
dan keadilan..Keempat, tatanan ekonomi dalam Islam bertujuan untuk mewujudkan kebebasan
manusia dalam konteks kesejahteraan social (QS. 7:157).
Perkembangan Ekonomi Syariah
di Indonesia
Secara
sederhana, perkembangan itu dikelompokkan menjadi perkembangan industry keuangan
syariah dan perkembangan ekonomi syariah non keuangan. Industri keuangan syariah
relative dapat dilihat dan diukur perkembangannya melalui data-data keuangan
yang ada, sedangkan yang non keuangan perlu penelitian yang lebih dalam untuk mengetahuinya.
Di
sector perbankan, hingga saat ini sudah ada 12 Bank UmumSyariah (BUS) dengan
2.121 kantor (termasuk Kantor Cabang Pembantu (KCP), Unit Pelayanan Syariah
(UPS), dan Kantor Kas (KK)), 22 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 162 Bank
Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS) *(Data Statistik Perbankan Syariah Juni
2015). Aset perbankan syariah per Juni 2015 sebesar Rp. 273.494 triliun dengan
pangsa pasar 4,61%.. Diprediksikan bahwa tahun 2016, pertumbuhan asset perbankan
syariah diperkirakan sekitar 10 persen.
Di
sector pasar modal, produk keuangan syariah seperti reksadana dan obligasi syariah
juga terus meningkat. Saat ini terdapat 80 reksadana syariah dengan jumlah dana
kelola 11,79 trilyun rupiah di bulan Mei 2015. Jumlah obligasi syariah sekarang
ini mencapai 84 buah dengan nilai emisi mencapai 15.983,4 triliun rupiah.
Di
sekto rsaham, Maret 2015 jumlah saham syariah naik menjadi
335 buah. Jumlah ini setara dengan 48 persendari total saham yang tercatat di
Bursa Efek Indonesia.Dengan jumlah mencapai 2.946,89 triliun rupiah.
Di
sector asuransi, dari data yang dihimpun Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia
(AASI), pangsa pasar asuransi syariah pada 2015 dari sisi asset menjadi 5,43
persen dari 4,83 persen pada 2014. Pangsa pasar dari sisi premi mencapai 6,55 persen
dari 5,25 persen pada 2014 dan investasi menjadi 6,19 persen dari 5,44 persen.
Pada 2015 pertumbuhan asset industry asuransi syariah mencapai 18,58 persen,
investasi tumbuh 18,57 persen, dan kontribusi tumbuh 13,01 persen. Pertumbuhan investasi
sendiri turun dibading 2014 yang di atas 30 persen. Pertumbuhan kontribusi meningkat
dari lima persen saja pada 2014. Sementara klaim di 2015 turun menjadi 11,08
persen dari 2014 yang mencapai 18,81 persen.
Di
bidang multifinance pun semakin berkembang dengan meningkatnya minat beberapa perusahaan
multifinance dengan pembiayaan secara syariah. Angka-angka ini diharapkan semakin
meningkat seiiring dengan meningkatnya permintaan dan tingkat imbalan (rate of
return) dari masing-masing produk keuangan syariah.
Di
sector mikro, perkembangannya cukup menggembirakan. Lembaga keuangan mikro syariah
seperti Baitul Mal wa Tamwil (BMT) terus bertambah, hingga tahun 2015 telah mencapai
asset sebesarRp 4,7 triliun dan jumlah pembiayaan sebesarRp 3,6 triliun,
demikian juga dengan asset dan pembiayaan yang disalurkan. Sekarang sedang dikembangkan
produk-produk keuangan mikro lain semisal micro-insurance dan mungkin micro-mutual-fund
(reksadan amikro).
Sisi
Non-Keuangan
Industri
keuangan syariah adalah salah satu bagian dari bangunan ekonomi syariah.
Samahalnya dengan ekonomi konvensional, bangunan ekonomi syariah juga mengenal aspek
makro maupun mikro ekonomi. Namun, yang lebih penting dari itu adalah bagaimana
masyarakat dapat berperilaku ekonomi secara syariah seperti dalam hal perilaku konsumsi,
giving behavior (kedermawanan), dan sebagainya. Perilaku bisnis dari para
pengusaha Muslim pun termasuk dalam sasaran gerakan ekonomi syariah di
Indonesia.
Walau
terlihat agak lambat, namun sisi non-keuangan dalam kegiatan ekonomi ini juga
semakin berkembang. Hal ini ditandai semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap
perilaku konsumsi yang Islami, tingkat kedermawanan yang semakin meningkat ditandai
oleh meningkatnya dana zakat, infaq, waqaf, dan sedekah yang berhasil dihimpun oleh
badan dan lembaga pengelola dana-dana tersebut. Dan juga pada industry syariah
non keuangan seperti produk halal, wisata syariah, fashion syariah, dll
Faktor Pendorong
Perkembangan
ekonomi syariah di Indonesia tidak terlepas dari beberapa factor pendorong.
Secara sederhana, faktor-faktor itu di kelompokkan menjadi factor eksternal dan
internal.
Faktor
eksternal adalah penyebab yang dating dari luar negeri, berupa perkembangan ekonomi
syariah di negara-negara lain, baik yang berpenduduk mayoritas Muslim maupun tidak.
Negara-negara tersebut telah mengembangkan ekonomi syariah setelah timbulnya kesadaran
tentang perlunya identitas baru dalam perekonomian mereka. Kesadaran ini kemudian
’mewabah’ kenegara-negara lain dan akhirnya sampai ke Indonesia.
Sedang
kanfaktor internal antara lain adalah kenyataan bahwa Indonesia ditakdirkan menjadi
Negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Fakta ini menimbulkan kesadaran
di sebagian cendikiawan dan praktisi ekonomi tentang perlunya suatu ekonomi
yang sesuai dengan nilai-nilai Islam dijalankan oleh masyarakat Muslim di
Indonesia.
Di
samping itu, factor politis juga turut bermain. Membaiknya ”hubungan” Islam dan
Negara menjelang akhir millennium lalu membawa angin segar bagi perkembangan ekonomi
dengan prinsip syariah.
Meningkatnya
keberagamaan masyarakat juga menjadi factor pendorong berkembangan ekonomi syariah
di Indonesia. Munculnya kelas menengah Muslim perkotaan yang terdidik dan relijius
membawa semangat dan harapan baru bagi industry keuangan syariah. Mereka mempunyai
kesadaran bahwa agama bukan sekedar shalat, puasa, dan ibadah-ibadah mahdah lainnya
saja. Tetapi, agama harus diterapkan secara kafah (holistik) dalam setiap aspek
kehidupan termasuk dalam berekonomi.
Faktor
berikutnya adalah pengalaman bahwa sistem keuangan syariah tampak cukup kuat menghadapi
krisis global tahun 1997-1998, 2008 dan 2012. Bank syariah masih dapat berdiri kokoh
ketika ”badai” itu menerpa dan merontokkan industry keuangan di Indonesia.
Di
samping itu, factor rasionalitas bisnis pun turut membesarkan ekonomi syariah.
Bagi kelompok masyarakat yang tidak cukup dapat menerima sistem keuangan syariah
berdasarkan ikatan emosi (personal attachment) terhadap Islam, factor keuntungan
menjadi pendorong merek auntuk terjun kebisnis syariah.
Implikasi
Bagi Perkembagan Ekonomi Nasional
Setidaknya
ada 3 hal yang menjadi sumbangan ekonomi syariah bagi ekonomi nasional.
Pertama,
ekonomi syariah memberikan andil bagi
perkembangan sektorriil. Pengharaman terhadap bunga bank dan spekulasi mengharuskan
dana yang dikelola oleh lembaga-lembaga keuangan syariah disalurkan kesektor riil.
Kedua, ekonomi syariah lewat industry keuangan syariah turut andil
dalam menarik investasi luar negeri ke Indonesia, terutama dari negara-negara Timur-tengah.
Adanya berbagai peluang investasi syariah di Indonesia, telah menarik minat
investor dari negara-negara petro-dollar ini untuk menanamkan modalnya di
Indonesia. Minat mereka terus berkembang dan justru Negara kita yang terkesan tidak
siap menerima kehadiran mereka karena berbagai ’penyakitakut’ yang tidak
investor friendly, seperti rumitnya birokrasi, factor keamanan, korupsi, dan sebagainya.
Ketiga, gerakan ekonomi syariah mendorong timbulnya perilaku ekonomi
yang etis di masyarakat Indonesia. Ekonomi syariah adalah ekonomi yang berpihak
kepada kebenaran dan keadilan dan menolak segala bentuk perilaku ekonomi yang
tidak baik seperti sistem riba, spekulasi, dan ketidak pastian (gharar).
Related Posts: